Rabu, 19 Oktober 2011

KASUS KOMPENSASI

Bertarung Memberi Kompensasi Terbaik

Pertambangan — termasuk di dalamnya minyak dan gas — adalah sektor yang tergolong panas. Maklum, industri ini memiliki entry barrier dan exit barrier yang tinggi. Tak mengherankan, tenaga kerjanya pun bukan orang sembarangan. Karena jumlahnya terbatas, aksi bajak-membajak pun menjadi lazim. Seperti diungkap Syamsurizal Munaf, Direktur Business Share Service PT Medco E&P Indonesia (MEI) mengenai SDM, “Kalau kami tidak me-manage-nya secara baik-baik, bisa terjadi perang-perangan di antara sesama (pemain industri pertambangan).”
Yang dimaksud dengan pengelolaan yang baik di sini adalah pemberian kompensasi — gaji plus tunjangan dan fasilitas — yang tinggi kepada karyawan. Tekanan dan tuntutan pasar yang tinggi ini membuat perbedaan gaji di antara perusahaan sejenis tidak terpaut terlalu jauh. Setidaknya hal ini tercermin dari sistem penggajian yang dilakukan MEI, PT Aneka Tambang (Antam) dan PT Bumi Resources (BR).
Ketiga perusahaan ini sama-sama memberi 14 kali gaji kepada karyawannya. Bedanya, pada isi yang diberikan. Syamsurizal memerinci, 14 gaji itu terdiri dari 12 gaji bulanan, tunjangan hari raya dan uang cuti. Adapun Syahrir Ika, Direktur Umum dan SDM Antam mengungkapkan, 14 kali gaji tersebut terdiri dari 12 kali gaji bulanan, THR dan tunjangan perangsang produksi.
Besaran gaji di ketiga perusahaan itu terpaut tipis. Di Antam, level staf bawah (golongan 5-9, pendidikan SMP dan SMU), besaran gajinya Rp 2,5-5 juta/bulan (take home pay). Untuk karyawan entry level (lulusan baru), gajinya Rp 4-5 juta/bulan (take home pay).
Bagaimana dengan MEI? Menurut Syamsurizal, level staf (golongan 6, pendidikan diploma) gaji pokoknya Rp 2,5-3,5 juta/bulan. Lulusan baru (golongan 7), Rp 3,5-4,5 juta. Adapun level asisten hingga senior manajer (golongan 8-15), Rp 30-40-an juta.
Syahrir mengungkapkan, model penggajian di Antam sebenarnya mengikuti model pegawai negeri sipil, seperti adanya istilah pensiun. Namun dalam implementasi dan besarannya, Antam memiliki cara dan sistem sendiri, yang merujuk pada dua acuan: benchmarking (ke perusahaan lain) dan kemampuan internal perusahaan. “Dibanding perusahaan pertambangan lain, sebenarnya untuk besaran gaji, kami yang terbaik,” Syahrir mengklaim.
Yang jelas, dengan rencana lebih merangsang produktivitas karyawan, mulai tahun ini manajemen Antam akan memberi gaji dan tunjangan yang berbasis kinerja, baik unit bisnis maupun perorangan, yang disebut Sistem Manajemen Unit Kerja. “Nantinya besaran gaji karyawan akan ditentukan performance masing-masing,” ujar Syahrir.
Perbedaan juga terlihat dalam hal tunjangan dan bonus. Di MEI, dikenal bonus tahunan. Di Antam, ada tunjangan kinerja tahunan (TKT). Besarannya sangat tergantung pada produksi perusahaan per tahun. Misalnya pada 2005, semua karyawan MEI mendapat bonus tahunan 2,5 kali gaji, yang tak diberikan secara langsung, tapi dua kali. Tujuannya, mengatur arus kas perusahaan dan kebutuhan karyawan.
Di Antam, TKT yang diberikan pada 2005 tergolong tinggi, 5-7 kali gaji. Yang jelas, setiap tahun kenaikan gaji sebesar 5%. Bandingkan dengan MEI dan BR yang memberikan kenaikan gaji 6%-10% per tahun. Pada 2005, Antam melakukan revisi: kenaikan gaji sebesar 40%-50%. Alasannya, sejak 2000, gaji karyawan tidak naik. Sekadar diketahui, perbandingan fixed salary dan variable salary di Antam adalah 75%: 25%.
Bicara tentang tunjangan, MEI memiliki variabel yang lebih beragam. Perusahaan milik Arifin Panigoro ini memberikan mulai dari tunjangan kesehatan, rest & recreational, sampai penghargaan atas pengabdian yang biasanya diberikan pada akhir masa kerja karyawan, yang besarnya 30 kali gaji pokok. Tak hanya itu, untuk momen-momen tertentu yang bersifat accidental, manajemen MEI masih memberi tunjangan tambahan. Sebagai contoh, pada saat kenaikan harga BBM lalu, level staf yang gajinya di bawah Rp 7 juta, diberi tunjangan satu kali gaji. Untuk level manajer senior dan direksi, fasilitas yang diberikan lebih beragam, antara lain tunjangan kepemilikan mobil, telepon hingga uang klub sosial.
Di luar tunjangan di atas, karyawan MEI juga mendapatkan team reward. Syaratnya: berhasil menyelesaikan pekerjaan yang menjanjikan, seperti menemukan cadangan minyak baru di suatu tempat. Namun, team reward ini bersifat non-cash. Contohnya, pelesiran ke luar negeri.
Bandingkan dengan BR. Edi Sobari, Direktur Keuangan perusahaan ini mengatakan, Grup BR memiliki beragam tunjangan, seperti kesehatan, pensiun dan kendaraan. Namun, untuk level menengah-atas (mulai supervisor) ada fasilitas tambahan yang mencakup fasilitas rumah, biaya hiburan dan biaya pulang kampung (setahun dua kali) untuk para ekspat. Sebagai catatan, gaji buat ekspat dalam US$.
Soal bonus, Edi berujar, besarannya tak bisa ditentukan karena sangat tergantung pada pencapaian produksi. Yang pasti, bonus ini setara take home pay yang diterima karyawan setiap bulan. Jika hasil produksi bagus, bonus yang diterima bisa 2-3 kalinya.
Lalu, bagaimana gaji direksi? “Sebenarnya, perbedaan gaji antara direksi dan level di bawahnya tidak terlalu jauh, paling separuhnya,” ujar Kurniadi Atmosasmito, Direktur Keuangan Antam. Dijelaskannya, sebagai perusahaan milik publik, gaji para direksi telah ditetapkan dalam RUPS. Varian pendapatannya meliputi gaji, tantiem plus tunjangan. Adapun gaji (take home pay) yang diterima dirut Rp 50-60 juta/bulan. Sebutlah, gaji pokok Dirut Antam, Dedi Aditya Sumanagara, sebesar Rp 47 juta/bulan. Gaji para direktur, 90% dari gaji dirut. Adapun untuk level di bawahnya, dari asisten hingga manajer senior, berkisar Rp 18-21 juta/bulan.
Di BR, Edi menjelaskan, gaji level direksi di atas Rp 100 juta/bulan. Sementara di MEI, menurut Syamsurizal, “Di dalam industri ini ada pakem, selisih gaji antara staf dan direksi harus rasional. Perbedaan besarannya tidak lebih dari 20 kali.”
Pemberian gaji tinggi di sektor pertambangan punya dasar alasan yang relatif sama. Baik MEI, BR maupun Antam mengakui, faktor keterbatasan SDM dan persaingan yang ketat menyebabkan perusahaan membuat skema gaji yang kompetitif. “Tidak boleh terlalu rendah atau sebaliknya. Sebab, ketentuan mengenai besaran gaji ini juga harus disetujui BP Migas,” ujar Syamsurizal.
P.M. Susbondo, Manajer Senior SDM MEI, menambahkan bahwa gaji besar yang diterima karyawan perusahaan pertambangan harus disikapi dengan melihat tujuan pemberian gaji. Yakni, mempertahankan orang-orang yang sanggup memberi kontribusi besar kepada perusahaan.
Senada dengan Syamsurizal dan Susbondo, Kurniadi berpandangan, tingginya gaji karyawan sektor ini karena risiko kerja yang dihadapi lebih berat, tinggal di lokasi terpencil, dan terutama tenaga kerja ahli di bidang ini masih langka. Sementara menurut Edi, gaji tinggi mendatangkan rasa betah.
————————————————————————————————-
Masalah kompensasi selalu mendapat perhatian besar dari setiap karyawan. Hal ini disebabkan karena kompensasi merupakan sumber pendapatan, merupakan penerimaan yang diperoleh karena pendidikan dan keterampilan yang dimilikinya, menunjukkan kontribusi kerja mereka, dan merupakan salah satu elemen kepuasan kerja. Kepuasan terhadap kompensasi yang diterima dari seorang karyawan merupakan elemen utama terciptanya kepuasan kerja karyawan tersebut. Artinya, semakin puas seorang karyawan terhadap kompensasi yang diterimanya, maka akan semakin puas karyawan tersebut terhadap pekerjaannya, begitu pula sebaliknya. Sedangkan elemen utama yang akan mempengaruhi kepuasan karyawan terhadap kompensasi yang diterimanya adalah keadilan yang dirasakannya terhadap kompensasi yang diterimanya tersebut.
Suatu organisasi menarik dan mempertahankan karyawannya hanya dengan satu tujuan yaitu mencapai tujuan organisasi melalui prestasi kerja para karyawan tersebut. Oleh karena itu sistem kompensasi harus didisain untuk menghargai perilaku karyawan yang memberi kontribusi terhadap pencapaian tujuan organisasi. Akan tetapi hal ini sulit dilakukan karena tujuan mereka bukan semata-mata mendapatkan kompensasi yang didasarkan pada prestasi kerja saja. Para karyawan mengharapkan lebih dari sekedar itu yaitu adanya keadilan dan keterbukaan dari metode dan proses implementasi dari sistem kompensasi tersebut.
Oleh karena itu, tidaklah berlebihan apabila terdapat pendapat bahwa keadilan merupakan jantungnya sistem kompensasi. Untuk mewujudkan eadilan ini maka program kompensasi harus didisain dengan mempertimbangkan baik kontribusi karyawan maupun kebutuhan karyawan. Hal ini bukan berarti bahwa kompensasi yang diberikan oleh suatu perusahaan harus berjumlah banyak (secara nominal). Perusahaan yang memberikan kompensasi secara berlebihan kepada karyawan akan dapat mencelakai diri perusahaan maupun karyawannya. Kompensasi yang berlebihan tersebut akan mengakibatkan menurunnya daya saing perusahaan, kecemburuan antar karyawan maupun ketidaknyamanan dalam diri karyawan itu sendiri.
Saling bersaing memberikan kompensasi juga bukanlah hal yang dilarang. Hal tersebut diperbolehkan asal dengan cara yang benar dan tanpa ada satu pihak yang dicurangi. Kompensasi tentunya juga diberikan pada tenaga kerja yang mempunyai keahlian sehingga membuat perusahaan merasa bangga dan sayang untuk melepasnya. Oleh karena itu banyak perusahaan yang menginginkan tenaga kerja seperti itu.
Berdasarkan teori keadilan, seorang karyawan akan menentukan keadilan dari kompensasi yang diterimanya dengan membandingkan kompensasi yang diterimanya dengan input yang dimilikinya, dimana rasiokompensasi dengan input ini sifatnya relatif untuk setiap karyawan. Jika rasio tersebut dari seorang karyawan dengan karyawan lainnya adalah sama (setara) maka karyawan tersebut merasa mendapat keadilan. Sedangkan jika seorang karyawan merasa bahwa rasio antara kompensasi yang diterimanya dengan input yang dimilikinya tidak sama (setara) dengan ratio antara kompensasi yang diterima dengan input yang dimiliki dari karyawan lainnya, maka karyawan tersebut akan merasakan adanya ketidakadilan.
Jadi persaingan yang harus dilakukan tentunya haruslah persaingan yag sehat.  Kompensasi itu juga sebaiknya dipikirkan mengenai keadilannya pada karyawan-karyawan yang bekerja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar